Jumat, 30 Maret 2012

Makalah Industri

PENGERTIAN INDUSTRI

Istilah industri berasal dari bahasa latin, yaitu industria yang artinya buruh atau tenaga kerja; Industri adalah bidang mata pencaharian yang menggunakan ketrampilan dan ketekunan kerja (bahasa Inggris: industrious) dan penggunaan alat-alat di bidang pengolahan hasil-hasil bumi dan distribusinya sebagai dasarnya. Maka industri umumnya dikenal sebagai mata rantai selanjutnya dari usaha-usaha mencukupi kebutuhan (ekonomi) yang berhubungan dengan bumi, yaitu sesudah pertanian, perkebunan dan pertambangan yang berhubungan erat dengan tanah. Kedudukan industri semakin jauh dari tanah, yang merupakan basis ekonomi, budaya dan politik; Industri adalah suatu usaha atau kegiatan pengolahan bahan mentah atau barang setengah jadi menjadi barang jadi yang memiliki nilai tambah untuk mendapatkan keuntungan. Usaha perakitan atau assembling dan juga reparasi adalah bagian dari industri. Hasil industri tidak hanya berupa barang, tetapi juga dalam bentuk jasa; Industri secara umum adalah kelompok bisnis tertentu yang memiliki teknik dan metode yang sama dalam menghasilkan laba; Industri adalah suatu kelompok usaha yang menghasilkan produk yang serupa atau sejenis; Industri adalah suatu kegiatan mengolah atau memproduksi bahan baku agar diproduksi dan menghasilkan sesuatu yang berdaya guna. Jenis-jenis industri ada bermacam-macam, misalnya industri perkebunan, industri perikanan, pertambangan dan lain-lain; Menurut UU No. 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri.

Sejarah

Industri berawal dari pekerjaan tukang atau juru. Sesudah matapencaharian hidup berpindah-pindah sebagai pemetik hasil bumi, pemburu dan nelayan di zaman purba, manusia tinggal menetap, membangun rumah dan mengolah tanah dengan bertani dan berkebun serta beternak. Kebutuhan mereka berkembang misalnya untuk mendapatkan alat pemetik hasil bumi, alat berburu, alat menangkap ikan, alat bertani, berkebun, alat untuk menambang sesuatu, bahkan alat untuk berperang serta alat-alat rumah tangga. Para tukang dan juru timbul sebagai sumber alat-alat dan barang-barang yang diperlukan itu. Dari situ mulailah berkembang kerajinan dan pertukangan yang menghasilkan barang-barang kebutuhan. Untuk menjadi pengrajin dan tukang yang baik diadakan pola pendidikan magang, dan untuk menjaga mutu hasil kerajinan dan pertukangan di Eropa dibentuk berbagai gilda (perhimpunan tukang dan juru sebagai cikal bakal berbagai asosiasi sekarang).

Pertambangan besi dan baja mengalami kemajuan pesat pada abad pertengahan. Selanjutnya pertambangan bahan bakar seperti batubara, minyak bumi dan gas maju pesat pula. Kedua hal itu memacu kemajuan teknologi permesinan, dimulai dengan penemuan mesin uap yang selanjutnya membuka jalan pada pembuatan dan perdagangan barang secara besar-besaran dan massal pada akhir abad 18 dan awal abad 19. Mulanya timbul pabrik-pabrik tekstil (Lille dan Manchester) dan kereta api, lalu industri baja (Essen) dan galangan kapal, pabrik mobil (Detroit), pabrik alumunium. Dari kebutuhan akan pewarnaan dalam pabrik-pabrik tekstil berkembang industri kimia dan farmasi. Terjadilah Revolusi Industri.

Sejak itu gelombang industrialisasi berupa pendirian pabrik-pabrik produksi barang secara massal, pemanfaatan tenaga buruh, dengan cepat melanda seluruh dunia, berbenturan dengan upaya tradisional di bidang pertanian (agrikultur). Sejak itu timbul berbagai penggolongan ragam industri.

Cabang-cabang industri

Berikut adalah berbagai industri yang ada di Indonesia:

§ Makanan dan minuman

§ Tembakau

§ Tekstil

§ Pakaian jadi

§ Kulit dan barang dari kulit

§ Kayu, barang dari kayu, dan anyaman

§ Kertas dan barang dari kertas

§ Penerbitan, percetakan, dan reproduksi

§ Batu bara, minyak dan gas bumi, dan bahan bakar dari nuklir

§ Kimia dan barang-barang dari bahan kimia

§ Karet dan barang-barang dari plastik

§ Barang galian bukan logam

§ Logam dasar

§ Barang-barang dari logam dan peralatannya

§ Mesin dan perlengkapannya

§ Peralatan kantor, akuntansi, dan pengolahan data

§ Mesin listrik lainnya dan perlengkapannya

§ Radio, televisi, dan peralatan komunikasi

§ Peralatan kedokteran, alat ukur, navigasi, optik, dan jam

§ Kendaraan bermotor

§ Alat angkutan lainnya

§ Furniture dan industri pengolahan lainnya

KLARIFIKASI INDUSTRI

Banyak aspek yang dapat dipergunakan sebagai dasar untuk mengklarifikasikan industri dengan tujuan untuk memudahkan dalam mengenali beberapa jenis-jenis industri.

Penggolongan Industri sebagai berikut :

  1. Berdasarkan bahan mentah
  1. Industri Agraris

Industri yang mengolah bahan mentah baik langsung atau tidak dari hasil pertanian (Industri Minyak Goreng, Kopi, Teh)

  1. Industri Nonagraris

Industri yang mengolah bahan mentah baik langsung atau tidak dari hasil tambang (Industri Semen, perminyakan, besi dan baja).

  1. Berdasarkan Bahan Baku
  1. Industri Ekstraktif

Industri yang bahan bakunya langsung dari alam yang biasanya terdapat ditempat terdapatnya bahan baku. Misalnya, industri batu bara lokasinya terdapat ditempat bahan baku itu berasal supaya dapat mengurangi biaya angkutan bahan mentah.

Industri ekstraktif telah lama dimulai di Indonesia. Industri minyak bumi telah mulai ada sejak Sejak jaman pemerintahan kolonial Belanda, di Indonesia sudah dilakukan eksplorasi dan produksi minyak bumi. Pengusahaan minyak bumi di Indonesia memang tergolong yang tertua di dunia. Pengeboran minyak pertama di Indonesia, yang dilakukan oleh J Reerink, 1871, hanya berselang dua belas tahun setelah pengeboran minyak pertama di dunia oleh Kolonel Edwin L Drake dan William Smith de Titusville, di negara bagian Pensilvania, Amerika Serikat. Meskipun demikian, berbeda halnya dengan sektor perkebunan dan pertanian yang sudah ratusan tahun diperah, sektor pertambangan baru dikembangkan oleh Belanda pada abad ke-19. Dua abad lebih setelah VOC didirikan, sektor pertambangan belum menjadi andalan pendapatan pemerintah kolonial. Hal ini bisa dilihat dari adanya Indische Mijnwet, produk undang-undang pertambangan pertama, yang baru dibuat oleh Belanda pada tahun 1899. Masuknya kartel-kartel raksasa minyak dunia dalam industri migas di Hindia Belanda diawali dengan terbitnya undang-undang pertambangan (Indische Mijnwet) pada tahun 1899 (Syeirazi, 2009). Menjelang akhir abad ke 19 terdapat 18 prusahaan asing yang beroperasi di Indonesia. Pada tahun 1902 didirikan perusahaan yang bernama Koninklijke Petroleum Maatschappij yang kemudian dengan Shell Transport Trading Company melebur menjadi satu bernama The Asiatic

Petroleum Company atau Shell Petroleum Company. Pada tahun 1907 berdirilah Shell Group yang terdiri atas B.P.M., yaitu Bataafsche Petroleum Maatschappij dan Anglo Saxon. Pada waktu itu di Jawa timur juga terdapat suatu perusahaan yaitu Dordtsche Petroleum Maatschappij namun kemudian diambil alih oleh B.P.M. Pada tahun 1912, perusahaan minyak Amerika mulai masuk ke Indonesia. Pertama kali dibentuk perusahaan N.V. Standard Vacuum Petroleum Maatschappij atau disingkat SVPM. Perusahaan ini mempunyai cabang di Sumatera Selatan dengan nama N.V.N.K.P.M (Nederlandsche Koloniale Petroleum Maatschappij) yang sesudah perang kemerdekaan berubah menjadi P.T. Stanvac Indonesia. Hanya berselang sepuluh tahun, perusahaan itu mampu berproduksi hingga 10 – 20 ribu barel per hari dari sumur Talang Akar.

Pendapatan dari Industri Ekstraktif di Indonesia Sektor industri ekstraktif merupakan salah satu sektor yang memberikan pemasukan bagi negara. Untuk sektor migas, pendapatan tersebut didapat dari bagian minyak pemerintah, pajak, dan pembayaran-pembayaran lainnya. Untuk pertambangan umum, sumber pendapatan Negara

Dampak Lingkungan Industri Ekstraktif

Kegiatan pertambangan membawa dampak bagi lingkungan hidup. Salah satu dampak yang ditimbulkan oleh industri ekstraktif, khususnya pertambangan mineral adalah limbah tailing. Tailing adalah bahan-bahan yang dibuang setelah proses pemisahan material berharga dari material yang tidak berharga dari suatu bijih. Tailing adalah limbah hasil pengolahan limbah yang dianggap tidak berpotensi untuk dimanfaatkan. Limbah tailing diketahui mengandung berbagai material beracun yang berasal dari reaksi oksidasi batuan dan bahan kimia yang digunakan dalam proses pemisahan bijih. Dalam kegiatan pertambangan, tailing tidak bisa dihindari. Dari total penggalian hanya kurang dari 3% biji menjadi produk utama, produk sampingan, sisanya menjadi limbah dan tailing. Komposisi fisik tailing terdiri dari 50% fraksi pasir halus berdiameter 0,075 – 0,4 mm, dan sisanya berupa fraksi lempung dengan diameter 0,075 mm. Tailing penambangan emas mengandung salah satu atau lebih bahan berbahaya beracun seperti; Arsen (As).

Kerusakan lingkungan akibat penambangan batubara paling parah diakibatkan oleh teknik penambangan open pit mining yaitu dengan menghilangkan vegetasi penutup tanah, mengupas lapisan atas tanah yang relatif subur. Teknik ini dipakai biasanya ketika cadangan batubara relatif dekat dengan permukaan tanah dan biasa diterapkan oleh perusahaan yang relatif bermodal kecil sehingga hanya mampu menggunakan teknologi rendah yang bersifat tidak ramah lingkungan. Teknik ini sangat memungkinkan merusak alam antara lain perubahan sifat tanah, munculnya lapisan bahan induk berproduktivistas rendah, lahan menjadi masam dan garam yang meracuni tanaman, dan terjadinya erosi dan sedimentasi.

Beberapa contoh Bencana Ekologis terkait Operasi Industri Ekstraktif

Pertambangan Emas dan Tembaga: PT Freeport Indonesia telah menimbun sekitar 110 km2 wilayah estuari tercemar, 20 – 40 km bentang sungai Ajkwa beracun serta 133 km2 lahan subur terkubur. Bila periode banjir tiba, kawasan subur menjadi tercemar. Perubahan arah sungai Ajkwa menyebabkan banjir yang mengakibatkan kehancuran hujan tropis seluas 21 km2. Box -1

Pertambangan Batubara: Berikut sejumlah contoh dampak lingkungan dari penambangan batubara: Hanya butuh beberapa tahun setelah awal penambangan batubara oleh PT Kaltim Prima Coal, air Sungai Sengata menjadi tidak bisa diminum karena limbah batubara. Operasi PT Adaro Indonesia sejak 1991 menyebabkan Warga Tamiang dan Pulau Ku’u selalu terkena banjir. Puluhan hektar sawah di Kabupaten Tapin sering terendam air. Sedangkan bencana longsor rutin tiap tahun. Debu batubara merusak tanaman pertanian dan perkebunan warga desa Bajut Warukin, Kecamatan Tanta.

Berapa Harga 1 Gram Emas? 1 gram emas didapatkan dengan membuang 2.100 kg limbah batuan dan tailing, dihasilkan 5,8 kg emisi beracun logam berat, timbal, Arsen, Merkuri dan Sianida

Pertambangan Minyak dan Gas: Kasus tumpahan minyak yang berulang di kawasan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu (TNLKS) telah terjadi sejak Desember 2003, kemudian Maret 2004, lalu Oktober 2004 dan terus terjadi hingga Februari 2006. Penyelidikan oleh pegawai negeri sipil lingkungan hidup (PPNS LH) membuktikan bahwa minyak terpapar sangat identik dengan minyak mentah yang berasal dari sumur CNOOC (China National Offshore Oil Corp.)

Bencana Lumpur Lapindo Pengabaian keselamatan, rendahnya standar keamanan serta buruknya sistem mitigasi bencana lingkungan menyebabkan bencana ekologis dan sosial yang besar. Pengeboran gas milik PT Lapindo Brantas yang mengabaikan prinsip-prinsip keselamatan menyembabkan semburan lumpur panas yang mencapai 100 ribu meter kubik per hari. Lumpur yang keluar juga mengandung logam berat berbahaya jauh di atas ambang batas yang dipersyaratkan dengan analisa total logam berat, misalnya Cd 10,45 ppm, Cr 105,44 ppm, As 0,99 ppm, dan Hg 1,96 ppm, serta bakteri bakteri patogen Coliform, Salmonella dan Stapylococcus aureus di atas batas yang dipersyaratkan. Lumpur Lapindo telah mengakibatkan hilangnya vegetasi, flora fauna, dan berpotensi mencemari air pemukaan, sumber air dan air tanah karena logam berat. Bila keadaan ini berlanjut maka dapat mengubah iklim secara mikro. Tanah dan air di area sekitar lumpur panas mengandung PAH (Polycyclic Aromatic Hydrocarbon) hingga dua ribu kali di atas ambang batas normal. Parahnya lagi, zat ini bersifat karsinogenik (memicu kanker). Kerugian ekonomi dan sosial juga tak dapat dihindari. Kerugian ekonomi langsung versi Bappenas adalah sekitar Rp 7,3 triliun dan kerugian tidak langsung mencapai Rp 16,5 triliun. Sementara beberapa bentuk kerugian sosial adalah hancurnya infrastruktur seperti jalan tol, tiang listrik, rel kereta api, saluran irigasi. Bersamaan dengan kehancuran ini juga terhentinya kegiatan ekonomi baik sektor formal maupun informal. Dari sektor formal saja tercatat 166 ribu orang kehilangan pekerjaan karena tempat mereka bekerja berhenti beroperasi akibat semburan lumpur dan ribuan unit sektor informal mengalami nasib yang sama. Sumber: Walhi, Situs Korban Lapindo.

Isu Korupsi pada Industri Ekstraktif Industri ekstraktif merupakan salah satu sektor yang sangat rentan dengan korupsi. Sektor Industri Ekstraktif di Indonesia diwarnai dengan berbagai kasus korupsi dari berbagai jenis industri. Dari berbagai kasus korupsi sektor industri ekstraktif inilah kita dapat menyimpulkan bahwa transparansi pada seluruh value chain sangat penting mengingat sulitnya masyarakat umum untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi dalam sektor industri ekstraktif. Dengan diseminasi informasi industri ekstraktif maka diharapkan masyarakat dapat ikut serta mengawasi proses sektor industri yang telah menyumbang pendapatan negara secara signifikan tetapi juga menimbulkan bencana lingkungan.

Hasil audit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), 2008, negara dirugikan oleh PT Batubara Bukit Kendi (BPK) sebesar Rp 1,6 miliar akibat penambangan batubara di kawasan hutan produksi di Kabupaten Muaraenim tanpa izin pinjam pakai dari Menteri Kehutanan. Tunggakan royalti batubara selama tujuh tahun oleh enam perusahaan pertambangan batubara yaitu PT Kaltim Prima Coal (KPC), PT Arutmin Indonesia, PT Adaro, PT Berau Coal, PT Libra Utama Intiwood, dan PT Citra Dwipa Finance merugikan negara sebanyak Rp 7 triliun. Kurangnya transparansi dalam sektor industri ekstraktif membuka peluang korupsi misalnya dalam hal cost recovery periode 2000-2006, audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap 152 KKKS senilai Rp 122,684 triliun ditemukan indikasi penyimpangan pada 43 KKKS senilai Rp 18,067 triliun (ICW, 2009). Beberapa kajian menyatakan bahwa kejadian semburan lumpur di lokasi pengeboran milik perusahaan PT Lapindo Brantas adalah akibat kesalahan dari perusahaan itu sendiri. Audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyatakan terdapat kesalahan dalam pengeboran itu serta menggunakan peralatan yang kurang memenuhi standar dan juga tidak memperhatikan aspek kehati-hatian dalam penanganan masalah lumpur sehingga memicu semburan lumpur panas. Ironisnya, Polda Jawa Timur justru menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) atas kasus pidana Lapindo. SP3 ini dinilai lemah oleh banyak pihak misalnya saja argumen Polisi bahwa berkas perkara kasus itu sudah empat kali dikembalikan oleh jaksa penuntut umum (JPU) Kejati Jatim padahal tidak ada aturan atau KUHAP yang mengatur batas waktu pengiriman berkas perkara. Selain itu juga disesalkan digunakannya putusan perdata dalam kasus ini padahal yang dinilai tepat adalah penggunaan hukum pidana. Ini berarti setidaknya ada dua korupsi mengenai Lapindo. Pertama adalah korupsi internal Lapindo dan kedua adalah indikasi mafia kasus dalam penerbitan surat

  1. Industri Nonekstraktif

Industri yang bahan bakunya diambil dari tempat lain dan disediakan oleh industri lain.

Industri Nonekstraktif dibedakan menjadi dua :

  1. Industri Reproduktif

Bahan bakunya diambil dari hasil alam, tetapi selalu mengganti kembali setelah mengambilnya (Industri pertanian, perkebunan, kehutanan)

  1. Industri Manufaktur

Industri yang mengolah bahan baku dan menjadikannya bahan baku lain yang akan dipergunakan oleh industri lain.

  1. Industri Fasilitatif (Industri Jasa)

Industri yang aktifitas Ekonominya menjual jasa untuk keperluan orang lain (Industri perdagangan, Perbankkan, Trasportasi dan Komunikasi).

  1. Penggolongan menurut departemen Perindustrian dan Perdagangan

Dalam surat keputusan mentri Perindustrian No.19/M/SK/1986, Penggolongan ini didasarkan atas cabang, jenis, dan komuditi barang-barang Industri serta pembinaannya. Berdasarkan hal tersebut Industri digolongkan menjadi empat :

  1. Industri Kimia Dasar (IKD)

IKD memerlukan modal yang besar, keahlian tinggi dan teknologi maju. Industri yang termasuk kelompok IKD :

  1. Agrokimia (Pupuk Urea dan Pestisida)
  2. Selulosa dan karet (Kertas, Pulp, dan Ban)
  3. Kimia Organik (Bahan kimia Tekstil, Bahan Peledak, Resin PVC, dan Polypropylene)
  4. Kimia Anorganik (Semen, Asam Sulfat)

  1. Industri Mensin Logam Dasar dan Elektronika (IMLDE)

Mengolah bahan mentah menjadi mesin-mesin berat dan perakitan. Industri yang termasuk IMLDE :

  1. Konstruksi (Alat-alat berat) seperti: Mesin pemecah batu, Buldozer.
  2. Industri Mesin dan peralatan pertanian (Traktor, pompa)
  3. Mesin Perkakas (mesin Bubut, Mesin Bor)
  4. Mesin Listrik (Generator Listrik, Motor Listrik)
  5. Peralatan dan Mesin Pabrik (Blower dan Kontruksi)
  6. Pesawat terbang
  7. Industri Logam dan Produk Dasar
  8. Industri perkapalan
  9. Industri Kereta Api
  10. Industri otomotif
  11. Industri Elektronika

  1. Aneka Industri (AI)

Yang termasuk aneka industri :

  1. Aneka Pengolahan Pangan, seperti : Minyak goring, Margarin, Terigu
  2. Anega sandang atau Tekstil, seperti : kain, benang, Zat warna.
  3. Aneka kimia dan serat, sepeti: sabun, tinta, pelastik
  4. Aneka bahan bangunan dan umum, seperti : kayu gergajian, Mebel
  5. Industri Alat Listrik dan Logam, seperti: kipas angina, lemari Es

  1. Industri Kecil

Industri yang bergerak dengan jumlah tenaga kerja sedikit, modal kecil, teknologi sederhana akan tetapi jumlah orang yang terlibat secara keseluruhan cukup besar misalnya, indutri kerajinan anyaman, aksesoris dan perabotan dari tanah.

  1. Industri Pariwisata

Industri yang menghasilkan nilai ekonomis dari berbagai kegiatan Wisata, seperti pertunjukan Seni Budaya, Peninggalan-peninggalan sejarah, objek wisata Alam dan fasilitas wisata seperti halnya Hotel dan Restoran

  1. Berdasarkan Produksi yang dihasilkan
  1. Primer

Industri ini diorientasikan ke Industri Ekstraktif,, yaitu industri yang tidak mengolah bahan baku atau tanpa pengolahan lebih lanjut, seperti industri Anyaman, Pengeringan Ikan, Dan Penggilingan Padi.

  1. Sekunder

Industri yang mengolah bahan baku mentah menjadi bahan setengah jadi. Seperti industri perakitan, pemintalan benang, dan industri ban.

  1. Tersier

Industri pelayanan yang berjalan kearah pelayanan fisik. Seperti industri jasa Transportasi dan pariwisata.

  1. Kuarter

Industri yang arahnya terkonsentrasi kebidang pelayanan tenaga ahli

  1. Berdasarkan Tenaga Keja
  1. Indutri Besar

Jumlah tenaga kerjanya lebih dari 100 orang (Industri mobi, dan industri Besi baja)

  1. Industri Sedang

Jumlah tenaga kejanya 20-99 orang (Industri konveksi dan Bordir)

  1. Industri Kecil

Jumlah tenaga kejanya 5-19 orang (industri genteng dan batu bata)

  1. Industri rumah tangga

Jumlah tenaga kerjanya kurang dari 5 orang (Industri anyaman, Kerajinan)

  1. Berdasarkan Biro Pusat Statistik

Penggolongan ini mengacu pada International standard industrial classification off All (ISIC) yang telah disesuaikan dengan kondisi di Indonesia dengan nama Klarifikasi

Lapangan Usaha Indonesia. Adapun dasar penggolongannya adalah jumlah tenaga kerja yang ada.

  1. Berdasarkan Modal dan penggunaan Tenaga kerja
  1. Industri padat Modal

Industri yang memerlukan modal cukup besar untuk menjalankan kegiatan perindustriannya.

  1. Industri Padat karya

Industri yang memerlukan tenaga kerja cukup banyak untuk menjalankan kegiatan perindustriannya.

  1. Berdasarkan Tahapan Produksi
  1. Industri Hulu

Industri yang mengolah bahan mentah menjadi barang setengan jadi. Misalnya, industri kayu olahan, Industri kain lembaran.

  1. Industri Hilir

Industri yang mengolah bahan setengah jadi menjadi barang jadi. Misalnya, industri Pipa, seng, kawat.

  1. Berdasarkan Asal Modal
  1. Industri PDAM

Yaitu industri yang seluruh asal modalnya dari penanaman modal dalam negeri oleh para pengusaha swasta, nasional atau oleh pemerintah.

  1. Industri PMA

Yaitu industi yang seluruh asal modalnya berasal dari penanaman modal asing.

  1. Industri Patungan

Yaitu Industri yang permodalannya berasal dari hasil kerja sama.

  1. Berdasarkan hasil Produksinya
  1. Industri berat

Yaitu industri yang menghasilkan mesin dan alat-alat produksi, seperti industri mesin percetakan dan industri transportasi.

  1. Industri ringan

Yaitu Industri yang menghasilkan barang jadi yang langsung dipakai masyarakat seperti industri makanan dan minuman, industri obat-obatan dan industri barang-barang kerajinan.

  1. Berdasarkan Lokasi
  1. Industri yang berorientasi pada pasar ( Market oriented industry)
  2. Industri yang berorientasi pada pengolahan (supply oriented industry)
  3. Industri yang berorientasi pada letak sumber tenaga (Man power Oriented industry)
  4. Industri yang tidak terikat pada pasar dan penemuan bahan baku (new oriented industry)

  1. Berdasarkan Bahan dasar Industri

  1. Industri Campuran

Industri yang menghasilkan lebih dari satu barang karena hasilnya saling diperlukan, misalnya Industri semen dan industri kertas pembungkus semen, industri susu dan industri kaleng susu.

  1. Industri Trafik

Industri yang seluruh bahan mentahnya diperoleh dari import karena bahan bakunya tidak tersedia didalam negeri. Misalnya, industri Wol, industri minuman Bir.

  1. Industri Konfeksi

Industri yang membuat pakaian jadi.

  1. Industri Perakitan (Assembling)

Industri yang aktifitasnya melakukan perakitan atau penyetelan mesin-mesin atau onderdil-onderdil untuk mewujudkan barang jadi. Misalnya Industri kendaraan bermotor.

  1. Berdasarkan yang mengusahakannya atau yang menguasainya
  1. Industri Rakyat

Industri yang dikelola oleh rakyat. Seperti industri keramik dan batu bara.

  1. Industri Negara

Industri yang dikelola oleh Negara dan umumnya merupakan BUMN. Seperti Industri besi baja Cilegon, Industri kertas Padalarang, Industri pupuk Kujang.

  1. Berdasarkan cara Pengorganisasian

  1. Industri Kecil

Mempunyai modal kecil, peralatan sederhana, jumlah tenaga kerja kurang dari 10 orang, produk dan kualitas barang masih sederhana, seperti Industri kerajinan, anyaman dan gerabah.

  1. Industri Menengah

Industri yang mempunyai modal relative besar, peralatan lengkap, tenaga kerja antara 10-200 orang, tenaga kerja upahan, misalnya Industri kramik dan Bordir.

  1. Industri Besar

Industri yang memiliki modal sangat besar, peralatan lengkap dan modern, manajement teratur, tenaga kerja lebih dari 300 orang, produknya berkualitas dan jumlahnya besar, misalnya industri semen dan pupuk.

FAKTOR PENDUKUNG PERKEMBANGAN INDUSTRI

  1. Subsistem Fisis yang dapat mendukung perkembangan Industri :
  1. Lahan
  2. Bahan baku
  3. Sumber daya energi
  4. Iklim

  1. Subsistem manusia, meliputi :
  1. Tenaga kerja
  2. Kemampuan Teknologi
  3. Tradisi
  4. Keadaan Politik
  5. Keadaan Pemerintah
  6. Transportasi
  7. Komunikasi
  8. Konsumen (Market)

SYARAT BERDIRINYA SUATU INDUSTRI

  1. Menurut Renner
  1. Bahan Baku (Raw Material)
  2. Pasar (Market)
  3. Tenaga Kerja (Management, skilled, Unskilled Workers)
  4. Sumber tenaga (Power)
  5. Modal (Capital)
  6. Transportasi (Transportation)

  1. Menurut Spagengler
  1. Faktor Primer
  1. Bahan baku
  2. Pasar
  3. Tenaga kerja
  4. Sumber tenaga
  5. Transportasi

  1. Faktor Sekunder
  1. Kecocokan terhadap Iklim
  2. Modal untuk Infestasi

  1. Menurut Kimball
  1. Bahan baku
  2. Pasar
  3. Tenaga kerja (Labor)
  4. Sumber tenaga atau tenaga air (Power/ woter power)
  5. Kecocokan terhadap iklim (favourlable climate)
  6. Modal untuk Investasi (capital for investment)

DAMPAK PEMBANGUNAN INDUSTRI

Pembangunan industri di suatu negara mempunyai dampak positif dan negatif, berikut ini adalah dampak positif dari pembangunan industri :

a. Menambah penghasilan penduduk sehingga meningkatkan kemakmuran
b. Perindustrian menghasilkan aneka barang yang dibutuhkan oeh masyarakat.
c. Perindustrian memperbesar kegunaan bahan mentah
d. Usaha perindustrian dapat memperluas lapangan pekerjaan bagi penduduk.
e. Mengurangi ketergantungan Negara pada luar negeri.
f. Dapat merangsang masyarakat utuk meningkatkan pengetahuan.

Sedangkan dampak negatif yang ditimbulkan oleh pembangunan industri sebagai berikut :

a. Limbah industri akan menimbulkan pencemaran air, tanah dan udara
b. Asap-asap pabrik menimbulkan polusi udara.
c. Akibat dari pncemaran, banyak menimbulkan kematian bagi binatang-binatang, manusia dapat terkena penyakit, hilangnya keindahan alam dan lain-lain.

Permasalahan dan Reformasi Kebijakan Industri di Indonesia

Semenjak kebijakan pemerintah tidak lagi mengandalkan ekspor migas, industri

manufaktur telah memainkan peranan yang penting di Indonesia. Bahwa sektor industri

manufaktur yang semakin berorientasi ekspor, telah menopang ekonomi Indonesia.

Ekspor industri manufaktur menyumbang tidak kurang 83-85% terhadap ekspor nonmigas dan

sekitar 64-57% terhadap total ekspor Indonesia selama 1994-2005. Bahkan kontribusi ekspor

industri ini telah melampaui ekspor sektor pertanian dan migas sejak awal dasawarsa 1990-an.

“Boleh dikata industri manufaktur telah menopang pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Sebelum

krisis, Industri manufaktur mampu tumbuh dua digit, yaitu rata-rata sekitar 11 % selama 1974-

1997. Meski begitu, sejak krisis pertumbuhan sektor industri relatif rendah hanya berkisar antara

3,5% hingga 7,7%,” ujar Prof Mudrajad Kuncoro, PhD, di Balai Senat UGM, Kamis, (5/4).

Demikian disampaikannya saat dikukuhkan sebagai Guru Besar Ilmu Ekonomi pada Fakultas

Ekonomi UGM. Dirinya menyampaikan pidato pengukuhan berjudul “Membangun Industri

Indonesia: Identifikasi Masalah Dan Reformasi Kebijakan”.

Katanya, salah satu permasalahan struktural industri di Indonesia adalah terkonsentrasinya lokasi

industri manufaktur di Jawa dan Sumatra. Bahwa selama periode 1976-2004, dominasi sebagian

besar aktivitas industri manufaktur modern, terutama industri besar dan menengah (IBM)

berlangsung di kedua pulau tersebut.

“Selama periode tersebut, di kedua wilayah Jawa dan Sumatra mampu menyerap lebih dari 93

persen tenaga kerja Indonesia. Namun, pangsa Jawa mengalami penurunan dari 89 persen di tahun

1976 menjadi 79 persen di tahun 2004. Sementara, dalam periode yang sama, pangsa Sumatera

mengalami pertumbuhan dari 6,7 menjadi 14,1 persen,” kata Mudrajad.

Di bagian lain pidatonya, kata Mudrajad, perlu menekankan pentingnya perspektif baru dalam

kebijakan targeting industri. Bahwa, secara umum kebijakan industri dapat diklasifikasikan ke

dalam upaya sektoral dan horizontal. Upaya sektoral terdiri dari berbagai macam tindakan yang

dirancang untuk mentargetkan industri-industri atau sektor-sektor tertentu dalam perekonomian.

Upaya horizontal dimaksudkan untuk mengarahkan kinerja perekonomian secara keseluruhan dan

kerangka persaingan dimana perusahaan-perusahaa melaksanakan usahanya.

“Agaknya di masa mendatang kita memerlukan kebijakan industri yang lebih ‘antisipatif’ atau ‘pro-aktif’ dalam menghadapi banyak perubahan dalam lingkup nasional maupun internasional,” tandas pria kelahiran Yogyakarta 4 September 1965, suami Erlina Juwita BA Akt, ayah tiga putra ini. (Humas UGM).